BAB I
PENDAHULUAN
Sejak
zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai
pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal masehi
sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia
dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat
Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang
menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana
menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan penting antara
Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku
dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual kepada para
pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara
abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi para pedagang asing seperti
Lamuri (Aceh), Barus, dan Palembang di Sumatra; Sunda Kelapa dan Gresik
di Jawa.
Bersamaan
dengan itu, datang pula para pedagang yang berasal dari Timur Tengah.
Mereka tidak hanya membeli dan menjajakan barang dagangan, tetapi ada
juga yang berupaya menyebarkan agama Islam. Dengan demikian, agama Islam
telah ada di Indonesia ini bersamaan dengan kehadiran para pedagang
Arab tersebut. Meskipun belum tersebar secara intensif ke seluruh
wilayah Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masuknya Islam Ke Indonesia
Islam
masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijrah atau abad ke tujuh/ke
delapan masehi. Ini mungkin didasarkan pada penemuan batu nisan seorang
wanita muslimah yang bernama Fatimah binti Maimun di Leran dekat
Surabaya yang bertahun 475 H atau 1082 M. Sedangkan menurut laporan
seorang musafir Maroko Ibnu Batutah yang mengunjungi Samudra Pasai dalam
perjalanannya ke Negeri Cina pada 1345M, Agama islam yang bermadzhab
Syafi’I telah mantap disana selama seabad. Oleh karena itu, abad XIII
biasanya dianggap sebagai masa awal masuknya agama Islam ke Indonesia.
Adapun
daerah pertama yang dikunjungi adalah pesisir Utara pulau Sumatera.
Mereka membentuk masyarakat Islam pertama di Peureulak Aceh Timur yang
kemudian meluas sampai bisa mendirikan kerajaan Islam pertama di
Samudera pasai, Aceh Utara.
Sekitar
permulaan abad XV, Islam telah memperkuat kedudukannya di Malaka, pusat
rute perdagangan Asia Tenggara yang kemudian melebarkan sayapnya ke
wilayah-wilayah Indonesia lainnya. Pada permulaan abad tersebut, Islam
sudah bisa menjejakkan kakinya ke Maluku, dan yang terpenting ke
beberapa kota perdagangan di Pesisir Utara Pulau Jawa yang selama
beberapa abad menjadi pusat kerajaan Hindu yaitu kerajaan Majapahit.
Dalam waktu ya ng tidak terlalu lama yakni permulaan abad XVII, dengan
masuk islamnya penguasa kerajaan Mataram yaitu Sulthan Agung, kemenangan
agama tersebut hampir meliputi sebagian besar wilayah Indonesia.
Berbeda
dengan masuknya islam ke Negara-negara di bagian dunia lainnya yakni
dengan kekuatan militer, masuknya islam ke Indonesia itu dengan cara
damai disertai dengan jiwa toleransi dan saling menghargai antara
penyebar dan pemeluk agama baru dengan penganut-penganut agama lama
(Hindu-Budha). Ia dibawa oleh pedagang-pedagang Arab dan Ghujarat di
India yang tertarik dengan rempah-rempah. Masuknya Islam melalui India
ini menurut sebagian pengamat, mengakibatkan bahwa islam yang masuk ke
Indonesia ini bukan islam yang murni dari pusatnya di Timur Tengah,
tetapi islam yang sudah banyak dipengaruhi paham mistik, sehingga banyak
kejanggalan dalam pelaksanannnya .
Berbeda
dengan pendapat diatas, S.M.N. Al-Attas berpendapat bahwa pada tahap
pertama islam di Indonesia yang menonjol adalah aspek hukumnya bukan
aspek mistiknya karena ia melihat bahwa kecenderungan penafsiran
al-Quran secara mistik itu baru terjadi antara 1400-1700 M.
Akan
tetapi, sejak pertengahan abad XIX, agama islam Indonesia secara
bertahap mulai meninggalkan sifat-sifatnya yang sinkretik setelah banyak
orang Indonesia yang mengadakan hubungan dengan Mekkah dengan cara
melakukan ibadah haji. Apalagi setelah transportasi laut yang makin
membaik, semakin banyaklah orang Indonesia yang melakukan ibadah haji
bahkan sebagian mereka ada yang bermukim bertahun-tahun lamanya untuk
mempelajari ajaran islam dari pusatnya, dan ketika kembali ke Indonesia
mereka menjadi penyebar aliran islam yang ortodoks.
B. Seminar Sejarah Masuknya Islam Di Indonesia
Setiap
seminar mengadakan siding-sidangnya mulai hari ahad 21 s/d 24 syawal
1382 H, ( 17 s/d 20 Maret 1963) di Medan, yaitu seminar sejarah masuknya
Islam ke Indonesia. Para peserta terdiri dari beberapa negarawan,
sejarawan, dan cendekiawan. Tema seminar dirumuskan dalam 2 hal pokok
yaitu: Pertama tentang masuknya islam ke Indonesia,kedua tentang daerah
Islam pertama di Indonesia yang menyangkut daerah/lokasi dimana Islam
mula-mula tertanam. Dari hasil seminar dapat disimpulkan:
1. Bahwa
menurut sumber-sumber yang kita ketahui, islam untuk pertama kalinya
telah masuk ke Indonesia pada abad pertama hijrah (abad ke 7/8 M) dan
langsung dari Arab.
2. Bahwa
daerah yang pertama didatangi oleh Islam ialah pesisir Sumatera dan
bahwa setelah terbentuknya masyarakat Islam, maka raja Islam yang
pertama berada di Aceh.
3. Bahwa mubaliq-mubaliq Islam pertama yang datang ke Indonesia merangkap sebagai saudagar.
4. Bahwa penyiaran itu di Indonesia dilakukan secara damai.
5. Bahwa
Kedatangan Islam membawa kecerdasan dan peradaban yang tinggi dalam
membentuk kepribadian bangsa Indonesia dalam menahan penderitaan dan
perjuangan melawan penjajahan bangsa asing.
Dr. Hamka memberi kesimpulan:
a. Agama
Islam telah berangsur datang ke tanah air kita ini sejak abad pertama
(abad ke-7M) dibawa oleh saudagar-saudagar Islam yang intinya adalah
orang-orang Arab diikuti oleh orang Persia dan Gujarat.
b. Oleh
karena penyebaran Islam itu tidak dijalankan dengan kekerasan dan tidak
ada penaklukan negeri, maka jalannya itu adalah berangsur-angsur.
c. Mazhab
Syafi’I telah berpengaruh sejak semula perkembangan itu, sampai Raja
Islam Pasai Samudera itu adalah seorang alim ahli fiqih Mazhab Syafi’i.
d. Kedatangan ulama-ulama Islam dari luar negari ke Aceh memperteguh odeologi Mazhab Syafi’I yang telah ditanam raja-raja Pasai.
e. Saya mengakui bahwa ulama luar yang datang kemari, disamping ada ulama kita belajar ke Mekkah, Syam, Yaman, Aden, dan lainnya.
Tapi
semua itu bukanlah menghilangkan kepribadian Muslim Indonesia dalam
rangka umat Islam sedunia, tetapi mengesankan kebesaran Salafussalihin
Indonesia, sehingga Aceh menjadi “Serambi Mekkah”.
Haji Abubakar Aceh membuat kesimpulan:
a. Islam masuk ke Indonesia mula pertama di Aceh, tidak mungkin di daerah lain.
b. Penyiar
Islam pertama di Indonesia tidah hanya terdiri dari saudagar India dari
Gujarat, tetapi juga terdiri dari mubaligh-mubaligh Islam dari bangsa
Arab.
c. Diantara mazhab pertama yang dipeluk di Aceh ialah Syi’ah dan Syafi’i.
Maka
setelah 15 tahun sesudah seminar di Medan berlangsung atau tepatnya
pada tanggal 10-16 juni 1978, majelis ulama propinsi daerah istimewa
Aceh memprakarsai pula seminar serupa yaitu tentang sejarah masuk dan
berkembangnya Islam di daerah istimewa aceh yang diadakan di Banda Aceh.
Seminar ini dihadiri oleh para sarjana dan cendekiawan yang berada di
Aceh khususnya. Dari hasil seminar tersebut dapat disimpulkan:
1. Pada abad pertama hijrah islam sudah masuk di Aceh
2. Kerajaan-kerajaan Islam yang pertama adalah perlak, lamuri dan pasai
3. Islam berkembang di Aceh melalui cara hikmah kebijaksanaan
Sebenarnya
apa yang telah disimpulkan dalam ke-2 seminar tersebut diatas terutama
yang menyangkut dengan proses islamisasi di Indonesia adalah juga
seirama dengan pendapat 2 sarjana barat yaitu Prof. Gabriel Ferrand dan
Prof. Paul Wheatly. Bersumber pada keterangan para musafir dan pedagang
Arab tentang Asia Tenggara, maka ke-2 sarjana tersebut menyebutkan bahwa
sudah sejak abad ke-8, pelabuhan-pelabuhan yang terkenal di Asia
Tenggara pada masa itu, telah dikunjungi oleh para pedagang dan
musafir-musafir Arab. Dan bahkan
pada kota-kota dagang itu telah terdapat Fondasi-fondasi para pedagang
Islam. Jadi dapat ditafsirkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia sejak
awal ke-8 M, langsung dibawa oleh para pedagang dan musafir Arab.
C. Corak dan Perkembangan Islam di Indonesia
1. Masa Kesulthanan
Untuk melihat lebih jelas gambaran keislaman di kesultanan atau kerajaan-kerajaan Islam akan di uraikan sebagai berikut.
Di
daerah-daerah yang sedikit sekali di sentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha
seperti daerah-daerah Aceh dan Minangkabau di Sumatera dan Banten di
Jawa, Agama Islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama, sosial
dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut
agama Islam itu telah menunjukkan di dalam bentuk yang lebih murni.
Di
kerajaan Banjar, dengan masuk Islamnya raja, perkembangan Islam
selanjutnya tidak begitu sulit karena raja menunjangnya dengan fasilitas
dan kemudahan-kemudahan lainnya dan hasilnya mebawa kepada kehidupan
masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan Islam. Secara konkrit,
kehidupan keagamaan di kerajaan banjar ini diwujudkan dengan adanya
mufti dan qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam
bidang fiqih dan tasawuf. Di kerajaan ini, telah berhasil
pengodifikasian hukum-hukum yang sepenuhnya berorientasi pada hukum
islam yang dinamakan Undang-Undang Sultan Adam. Dalam Undang-Undang ini
timbul kesan bahwa kedudukan mufti mirip dengan Mahkamah Agung sekarang
yang bertugas mengontrol dan kalau perlu berfungsi sebagai lembaga untuk
naik banding dari mahkamah biasa. Tercatat dalam sejarah Banjar, di berlakukannya hukum bunuh bagi orang murtad, hukum potong tangan untuk pencuri dan mendera bagi yang kedapatan berbuat zina.
Pada
akhirnya kedudukan Sultan di Banjar bukan hanya pemegang kekuasaan
dalam kerajaan, tetapi lebih jauh diakui sebagai Ulul amri kaum Muslimin
di seluruh kerajaan itu.
Untuk
memacu penyabaran agama Islam, didirikan sebuah organisasi yang
Bayangkare Islah (pengawal usaha kebaikan). Itulah organisasi pertama
yang menjalankan program secara sistematis sebagai berikut:
a. Pulau Jawa dan Madura dibagi menjadi beberapa wilayah kerja para wali.
b. Guna memadu penyebaran agama Islam, hendaklah di usahakan agar Islam dan tradisi Jawa didamaikan satu dengan yang lainnya.
c. Hendaklah di bangun sebuah mesjid yang menjadi pusat pendidikan Islam.
Dengan
kelonggaran-kelonggaran tersebut, tergeraklah petinggi dan penguasa
kerajaan untuk memeluk agama Islam. Bila penguasa memeluk agama Islam
serta memasukkan syari’at Islam ke daerah kerajaannya, rakyat pun akan
masuk agama tersebut dan akan melaksanakan ajarannya. Begitu pula dengan
kerajaan-kerajaan yang berada di bawah kekuasaannya. Ini seperti ketika
di pimpin oleh Sultan Agung. Ketika Sultan Agung masuk Islam,
kerajaan-kerajaan yang ada di bawah kekuasaan Mataram ikut pula masuk
Islam seperti kerajaan Cirebon, Priangan dan lain sebagainya. Lalu
Sultan Agung menyesuaikan seluruh tata laksana kerajaan dengan
istilah-istilah keislaman, meskipun kadang-kadang tidak sesuai dengan
arti sebenarnya.
2. Masa Penjajahan
Ditengah-tengah
proses transformasi sosial yang relative damai itu, datanglah
pedagang-pedagang Barat, yaitu portugis, kemudian spanyol, di susul
Belanda dan Inggris. Tujuannya adalah menaklukkan kerajaan-kerajaan
Islam Indonesia di sepanjang pesisir kepulauan Nusantara ini.
Pada
mulanya mereka datang ke Indonesia hanya untuk menjalinkan hubungan
dagang karena Indonesia kaya akan rempah-rempah, tetapi kemudian mereka
ingin memonopoli perdagangan tersebut dan menjadi tuan bagi bangsa
Indonesia.
Apalagi
setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat
urusan pribumi dan Arab, pemerintah Hindia-Belanda lebih berani membuat
kebijaksanaan mengenai masalah Islam di Indonesia karena Snouck
mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di Negeri Arab, Jawa dan
Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang di kenal dengan politik Islam
di Indonesia. Dengan politik itu ia membagi masalah Islam dalam tiga
kategori, yaitu:
a. Bidang agama murni atau ibadah;
b. Bidang sosial kemasyarakatan; dan
c. Politik.
Terhadap
bidang agama murni, pemerintah colonial memberikan kemerdekaan kepada
umat Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya sepanjang tidak mengganggu
kekuasaan pemerintah Belanda.
Dalam
bidang kemasyarakatan, pemerintah memamfaatkan adat kebiasaan yang
berlaku sehingga pada waktu itu dicetuskanlah teori untuk membatasi
keberlakuan hukum Islam, yakni teori reseptie yang maksudnya hukum Islam
baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan alat kebiasaan. Oleh karena itu, terjadi kemandekan hukum Islam.
Sedangkan
dalam bidang politik, pemerintah melarang keras orang Islam membahas
hukum Islam baik dari Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang
politik kenegaraan atau ketatanegaraan.
3. Gerakan dan organisasi Islam
Akibat dari “resep
politik Islam”-nya Snouck Hurgronye itu, menjelang permulaan abad xx
umat Islam Indonesia yang jumlahnya semakin bertambah menghadapi tiga
tayangan dari pemerintah Hindia Belanda, yaitu: politik devide etimpera,
politik penindasan dengan kekerasan dan politik menjinakan melalui
asosiasi.
Untuk
sementara pihak pemerintah colonial berhasil mencapai sasarannya, yakni
beberapa golongan Islam dapat di pecah-belah, perlawanan dapat
dipatahkan dengan kekerasan senjata, sebagian besar golongan Islam yang
di pedalaman dapat terus diisolasi dalam alam ketakhayulan dan
kemusyrikan, dan sebagian lagi memasuki aparatur kepegawaian colonial
rendahan.
Namun,
ajaran Islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk dapat dijinakkan
begitu saja. Dengan pengalaman tersebut, orang Islam bangkit dengan
menggunakan taktik baru, bukan dengan perlawanan fisik tetapi dengan
membangun organisasi. Oleh karena itu, masa terakhir kekuasaan Belanda
di Indonesiadi tandai dengan tumbuhnya kesadaran berpolitik bagi bangsa
Indonesia, sebagai hasil perubahan-perubahan sosial dan ekonomi, dampak
dari pendidikan Barat, serta gagasan-gagasan aliran pembaruan Islam di
Mesir.
Akibat
dari situasi ini, timbullah perkumpulan-perkumpulan politik baru dan
muncullah pemikir-pemikir politik yang sadar diri. Karena persatuan
dalam syarikat Islam itu berdasarkan ideologi Islam, yakni hanya orang
Indonesia yang beragama Islamlah yang dapat di terima dalam organisasi
tersebut, para pejabat dan pemerintahan (pangreh praja) ditolak dari keanggotaan itu.
Persaingan
antara partai-partai politik itu mengakibatkan putusnya hubungan antara
pemimpin Islam, yaitu santri dan para pengikut tradisi Jawa dan
abangan. Di kalangan santri sendiri, dengan lahirnya gerakan pembaruan
Islam dari Mesir yang mengompromikan rasionalisme Barat dengan
fundamentalisme Islam, telah menimbulkan perpecahan sehingga sejak itu
dikalangan kaum muslimin terdapat dua kubu: para cendekiawan Muslimin
berpendidikan Barat, dan para kiayi serta Ulama tradisional.
Selama
pendudukan jepang, pihak Jepang rupanya lebih memihak kepada kaum
muslimin dari pada golongan nasionalis karena mereka berusaha
menggunakan agama untuk tujuan perang mereka. Oelh karena itu, ada tiga
prantara politik berikut ini yang merupakan hasil bentukan pemerintah
Jepang yang menguntungkan kaum muslimin.
1. Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman Belanda.
2. Masyumi, yakni singkatan dari Majelis Syura Muslimin Indonesia menggantikan MIAI yang dibubarkan pada bulan oktober 1943.
3. Hizbullah,
(Partai Allah dan Angkatan Allah), semacam organisasi militer untuk
pemuda-pemuda Muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin.
D. Tersiarnya Islam di Indonesia
Sebelum Islam masuk ke Indonesia, agama Hindu dan Budha
telah berkembang luas di nusantara ini, disamping banyak yang masih
menganut animism dan dinamisme, kedua agama itu kian lama kian pudar
cahayanya dan akhirnya kedudukannya sepenuhnya diganti oleh agama Islam
yang kemudian menjadi anutan 85 hingga 95% rakyat Indonesia. Sebab-sebab
sangat pesat dan cepat tersiarnya Islam di Indonesia antara lain
sebagai berikut:
1. Terutama
sekali faktor agama Islam (aqidah, syariah dan akhlak islam) sendiri
yang lebih banyak “berbicara” kepada segenap lapisan masyarakat
Indonesia.
2. Faktor
para mujtahid dakwah yang banyak terdiri atas para saudagar yang taraf
kebudayaannya sudah tinggi, yang telah berhasil membawakan Islam dan
segala kebijaksanaan kemahiran dan keterampilan
3. Ajaran
Islam tentang dakwah untuk menyampaikan ajaran Allah walaupun sekedar
satu ayat kepada segenap manusia di seluruh pelosok bumi telah
menjadikan segenap kaum muslimin menjadi umat dakwah.
4. Baik
agama Hindu maupun Budha pada umumnya dipeluk oleh orang-orang keraton
yang pada saat mulai tersebarnya Islam antara raja yang satu dengan yang
lainnya terlibat dalam perselisihan.
5. Pernikahan
antara para penyebar Islam dan orang-orang yang baru di islamkan
melahirkan generasi pelanjut yang menganut dan menyebarkan Islam.
E. Pengaruh Islam terhadap Peradaban Bangsa Indonesia
1. Peradaban dan Agama Masyarakat Indonesia Sebelum Kedatangan Islam
Secara
geografis, wialayah Indonesia termasuk ke dalam kawasan Asia Tenggara.
Masyarakat di wilayah ini telah memiliki peradaban yang tinggi sebelum
kedatangn Islam. Hal itu disebabkan karena wilayah Asia Tenggara
merupakan Negara-negara yang memiliki kesamaan budaya dan agama.
Bangsa
Indonesia dalam sejarahnya telah mengenal tulisan yang diajarkan oleh
para penyebar agama Hindu dan Budha.pengaruh ini telah berlangsung cukup
lama, mungkin sejak abad ke-6 atau ke-7 M sampai abad ke-14 dan ke-15
M. pengaruh Hinduisme dan Budhisme membawa perubahan besar, terutama
dalam sistem pemerintahan.
Bukti
dari pengaruh agama Hindu dan Budha bagi masyarakat Indonesia dapat
dilihat dari banyaknya bangunan-bangunan suci untuk peribadatan, seperti
candi-candi, ukiran, dan sebagainya. Semua bangunan itu merupakan
perpaduan antara seni bangunan zaman megalithicum, seperti punden
berundak-undak.ukiran dan relief yang terdapat di dalamnya menggambarkan
kreatifitas bangsa Indonesia.
2. Pengaruh Islam terhadap Peradaban Bangsa Indonesia dan Perkembangannya
Islam
sebagai agama baru yang dianut sebagian masyarakat Indonesia, telah
banyak memainkan peranan penting dalam berbagai kehidupan sosial,
politik, ekonomi, dan kebudayaan. Peranan itu dapat dilihat dari
perkembangan Islam dan pengaruhnya di masyarakat Indonesia sangat luas,
sehingga agak sulit untuk memisahkan antara kebudyaan local dengan
kebudayaan Islam.
Masuknya kebudayaan Islam dalam kebudayaan nasional, meliputi bahasa, nama, adat istiadat dan kesenian.
a. Pengaruh Bahasa dan Nama
Bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional banyak terpengaruh dari bahasa Arab.
Bahasa ini sudah begitu menyatu dalam lidah bangsa Indonesia. Tidak
hanya dalam bahasa komunikasi sehari-hari, bahakan dipergunakan pula
dalam bahasa surat kabar, dan sebagainya.
Pengaruh
Islam dalam bidang nama, sungguh banyak sekali. Banyak tokoh dan bukan
tokoh masyarakat menggunakan nama berdasarkanpada bahasa Arab,yang
merupakan bahasa simbol pemersatu Islam. Semua itu bukti adanya pengaruh
Islam dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.
b. Pengaruh Adat Istiadat
Adat
istiadat yang ada dan berkembang di Indonesia banyak dipengaruhi oleh
peradaban Islam. Diantara pengaruh itu adalah ucapan salam kepada setiap
muslim yang dijumpai, atau penggunaannya dalam acara-acara resmi
pemerintahan.
Pengaruh
lainnya adalah berupa ucapan-ucapan kalimat penting dalam do’a. yang
merupakan pengaruh dari tradisi Islam yang lestari.
c. Pengaruh Dalam Kesenian dan Bangunan Ibadah
Pengaruh
kesenian yang paling menonjol dalam hal ini terlihat dalam irama
qasidah dan lagu-lagu yang bernafaskan ajaran Islam. Syair pujian yang
mengagungkan nama-nama Allah yang sering diucapkan oleh umat Islam,
merupakan bukti pengaruh ajaran Islam terhadap kehidupan beragama
masyarakat Islam Indonesia.
Begitu
pula pengaruh dalam bidang bangunan peribadatan. Banyak bangunan mesjid
yang ada di Indonesia, terpengaruh dari bangunan mesjid yang ada di
Negara-negara Islam, baik yang ada di Timur Tengah ataupun di
tempat-tempat lainnya di dunia Islam.
d. Pengaruh Dalam Bidang Politik
Ketika
kerajaan-kerajaan Islam mengalami masa kejayaannya, banyak sekali undur
politik Islam yang berpengaruh dalam system politik pemerintahan
kerajaan-kerajaan Islam tersebut. Misalnya tentang konsep khalifatullah
fil ardi dan dzilullah fil ardi. Kedua konsep ini diterapkan pada masa
pemerintahan kerajaan Islam Aceh Darussalam dan kerajaan Islam Mataram.
F. Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
Dalam
perkembangan selanjutnya, Islam menempati posisi penting dalam
percaturan sosial ekonomi dan sekaligus percaturan politik. Kekuatan
sosial politik itu semakin mantap ketika lahirnya lembaga-lembaga
politik, seperti kerajaan-kerajaan Islam. Di antara kerajaan-kerajaan
Islam yang pernah berdiri di Indonesia adalah:
a. Kerajaan Islam Samudra Pasai
b. Kerajaan Islam Aceh Darussalam
c. Kerajaan Islam Demak
d. Kerajaan Islam Pajang
e. Kerajaan Islam Mataram
f. Kerajaan Islam Cirebon
g. Kerajaan Islam Banten
h. Kerajaan Islam di Kalimantan
i. Kerajaan Islam di Sulawesi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kami simpulkan sebagai berikut:
- Islam
masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijrah atau abad ke tujuh/ke
delapan masehi. Ini mungkin didasarkan pada penemuan batu nisan seorang
wanita muslimah yang bernama Fatimah binti Maimun di Leran dekat
Surabaya yang bertahun 475 H atau 1082 M.
- Corak dan Perkembangan Islam di Indonesia
- Masa Kesulthanan
- Masa Penjajahan
- Gerakan dan organisasi Islam
- Pengaruh Islam terhadap Peradaban Bangsa Indonesia dan Perkembangannya
Perkembangan Islam dan pengaruhnya di masyarakat Indonesia sangat luas, adapun pengaruhnya yaitu:
- Pengaruh Bahasa dan Nama
- Pengaruh Adat Istiadat
- Pengaruh Dalam Kesenian dan Bangunan Ibadah
- Pengaruh Dalam Bidang Politik
B. Saran
Demikian
pembahasan dari makalah kami. Kami berharap semoga pembahasan dalam
makalah ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca. Dan kami pun
berharap pula kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan dalam
tugas kami selanjutnya. Sekian dan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Suminto, Aqid., Politik Islam Hindia Belanda, Jakarta: Pustaka LP3ES.
Thohir, Ajid., Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Hasjmy, A., Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia, cet.1, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1990.
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1994.